Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melalui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait pendanaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai USD 43 juta atau setara dengan Rp 728 miliar.
Rincian Kerugian Negara dan Kronologi Kasus
Dirtindak Kortastipidkor Brigjen Totok Suharyanto mengungkapkan bahwa penghitungan kerugian negara yang diterima pada 10 November 2025 menunjukkan angka sebesar USD 43.617.739. Kasus ini diduga melibatkan pendanaan LPEI kepada PT Duta Sarana Tehnology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF).
Proses penyidikan kasus ini dimulai sejak 22 Januari 2025. Enam tersangka yang telah ditetapkan berinisial FA, NH, DSD, IS, AS, dan DN.
Peran Masing-Masing Tersangka
Brigjen Totok Suharyanto merinci peran para tersangka:
- FA: Relationship Manager Divisi Pembiayaan UKM LPEI (2011–2018).
- NH: Kepala Departemen Pembiayaan UKM LPEI (2012–2018).
- DSD: Kepala Divisi Pembiayaan.
- IS: Direktur Pelaksana 3 LPEI (2013–2016).
- AS: Direktur Pelaksana 4 LPEI.
- DN: Direktur Utama PT MIF (2014–2022).
Modus Operandi dan Penyaluran Dana
LPEI tercatat memberikan pembiayaan kepada PT DST senilai Rp 45 miliar dan USD 4.125.000 pada periode 2012–2014. Diduga terjadi penyimpangan dalam proses pembiayaan tersebut, yang berujung pada kredit macet senilai USD 9 juta.
Untuk menyiasati kredit macet tersebut, pihak LPEI diduga melakukan upaya plafonering pembiayaan melalui skema novasi dari PT DST ke PT MIF pada akhir tahun 2014. Melalui skema ini, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF senilai USD 47.500.000 melalui tiga tahap kredit modal kerja ekspor.
Polisi menduga terdapat dua penyimpangan utama:
- Proses analisis permohonan hingga perjanjian PT MIF dengan sembilan user fiktif.
- Proses pencairan dan monitoring kolektibilitas pembiayaan PT MIF tidak dilakukan, yang akhirnya menyebabkan kredit macet senilai USD 43.617.739,13.
Tindakan Tersangka dan Upaya Pemulihan Aset
Tersangka FA, NH, dan DSD diduga tidak melakukan verifikasi dokumen perjanjian dengan sembilan end user atau bouwheer yang dijadikan agunan fiktif. Mereka juga diduga menyetujui pencairan pembiayaan PT MIF untuk penyelesaian utang PT DST senilai USD 9 juta tanpa setoran awal.
Tersangka IS diketahui meminta DSD dan NH mencari debitur baru (MIF) untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah PT DST, serta meminta DN melakukan pelunasan kewajiban debitur bermasalah atas nama PT DST dan PT SGC.
Sementara itu, tersangka AS diduga menyetujui pemberian fasilitas baru kepada PT MIF dengan skema novasi yang tidak sesuai prosedur. Tersangka DN terindikasi melampirkan perjanjian fiktif dengan sembilan end user untuk pengajuan kredit dan menyalahgunakan dana senilai USD 43,6 juta untuk kepentingan perusahaannya sendiri.
Penyidik telah melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap 27 objek aset dengan total luas tanah 91.508 meter persegi dan luas bangunan 14.648 meter persegi. Aset-aset tersebut kini dalam proses appraisal.
Jerat Hukum
Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 3, 4, atau 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.






