Perjalanan bermusik tiga pemuda asal Canggu, Bali, yang tergabung dalam band indie rock Astera, tak lepas dari peran besar figur ayah. Sejak Januari 2018, Rio (vocal), Dode (guitar lead), dan Chandra (drum, seq) telah aktif berkarya dengan genre pop alternatif, merilis beberapa single, EP, dan album seperti “I’m Okay, I’m Not Okay” (2019) dan “Better Days” (2023).
Inspirasi Turun-Temurun dan Keyakinan Berbagi Kebaikan
Rio mengungkapkan bahwa kecintaannya pada musik berawal dari hobi yang diturunkan ayahnya. “Terjun ke musik awalnya hobi yang temurun dari Ayah penikmat musik. Pada akhirnya, berkarya karena ada keyakinan bisa membawa kebaikan dan harapan, bermanfaat yang terpenting untuk para pendengar, entah itu menyembuhkan luka atau mengobati ‘issues’ para pendengar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).
Chandra memiliki pengalaman serupa. Sejak kecil, ia sudah diperkenalkan pada instrumen musik dan cara menikmati proses bermusik oleh ayahnya. “Dari sejak lama udah dijejelin musik dan alat sama Papa. Sering diajak ke studio bareng, sampai akhirnya dibuatkan studio sendiri di rumah. Momen berkarya dimulai karena liat pada punya band dan bikin lagu sendiri, nyoba nyoba sampe nagih lah karena karya ini juga jadi sarana ekspresiku,” ungkap Chandra.
Musik Sebagai Mood Booster dan Sumber Ekspresi
Bagi personel Astera, musik memiliki peran penting sebagai peningkat suasana hati. Chandra menyamakannya dengan kopi di pagi hari. “Mixed feeling sih, but mostly would be a booster like caffeine maybe, karena karya yang sebagian dariku berawal dari beat drum dan bass yang lumayan macu adrenaline,” paparnya.
Inspirasi karya Astera datang dari berbagai sumber. Chandra mengaku pernah terinspirasi dari album Michael Jackson. “Lagi dengerin album greatest hits-nya Michael Jackson, eh kepincut repetisi beat salah satu track malah jadi lagu Better Life,” ceritanya. Sementara itu, Rio kerap mendapat ilham dari hal-hal tak terduga. “Toilet di pagi hari yang lantai nya basah, pada akhirnya aku masukin ke lirik salah satu lagu Astera judulnya Baby in Red,” katanya.
Melalui karya-karyanya, Rio berharap para pendengar dapat menemukan kekuatan dalam proses kehidupan. “Mereka tidak sendirian, safe dan selalu percaya ada harapan yang mereka terus perjuangkan. (in a fun music way),” ucapnya.
Platform Pengembangan Musisi Lokal
Dukungan keluarga dan beragam inspirasi telah membentuk Astera menjadi musisi yang tidak hanya piawai, tetapi juga berkarakter. Band ini mulai aktif tampil di berbagai panggung, termasuk platform yang memfasilitasi pengembangan musisi baru.
Rio mengapresiasi kehadiran platform tersebut sebagai sarana bagi musisi baru untuk memperkenalkan karya dan persona unik mereka. “I think this is a good goooood movement buat para musisi baru memperlihatkan karya dan persona uniknya,” ujarnya. Ia menambahkan, panggung tersebut menjadi “canvas para seniman berkarya, dan mungkin bisa jadi chance untuk kedua belah pihak, karya musisi lokal lebih dikenal dan tentu program longlast juga untuk menggandrungi dunia hiburan salah satunya musik.”
Chandra melihat platform ini sebagai wadah penting untuk menunjukkan potensi musisi baru, serta sebagai sarana memulai, melestarikan, dan meregenerasi musik. “Karena bagaimanapun platform atau sarana online sudah semakin masif, musisi emerging tetaplah perlu wadah offline untuk memperkenalkan karya serta citra masing-masing mereka secara langsung, dan yang terpenting juga sih selama masing-masing pihak bisa secara mutualisme menjaga keberlangsungan programnya itu akan lebih baik,” ungkapnya.
Sejak tampil di platform tersebut, Chandra merasakan penguatan koneksi antar musisi dan komunitas. “Paling kerasanya adalah semakin tak terlihatnya boundaries antar masing-masing kolektif dan komunitas, yang pada akhirnya buat momen sharing semakin banyak. Ini penting sih untuk menyebarluaskan keberadaan band kita,” pungkasnya.
Perjalanan Astera menjadi bukti bahwa kreativitas dapat membuka jalan tak terduga, mengukir kisah sebagai salah satu emerging musician.






