Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menyoroti kasus tragis seorang siswi sekolah dasar (SD) di Medan yang tega menghabisi nyawa ibu kandungnya. Singgih menilai peristiwa ini sebagai indikasi serius bahwa pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga belum berjalan secara optimal.
Pendidikan Karakter dan Paparan Konten Kekerasan
“Peristiwa ini tidak boleh dilihat secara sederhana. Ini adalah peringatan serius bahwa pendidikan karakter dalam keluarga belum berjalan optimal, sementara anak-anak dibiarkan terpapar konten kekerasan tanpa pendampingan yang memadai,” ujar Singgih kepada wartawan, Rabu (31/12/2025).
Sebagai legislator dari Fraksi Golkar, Singgih menekankan peran fundamental keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan paling krusial dalam membentuk kepribadian anak. Ia menjelaskan bahwa anak usia sekolah dasar sangat rentan meniru apa yang mereka lihat, termasuk dari berbagai konten yang beredar di dunia digital.
“Anak usia SD belum memiliki kemampuan menyaring realitas dan fiksi yang memadai. Jika game online dan tontonan kekerasan dikonsumsi tanpa pengawasan, nilai-nilai yang menyimpang bisa tertanam secara keliru,” jelas Singgih.
Peran Orang Tua dalam Pendampingan Digital
Meskipun demikian, Singgih mengingatkan bahwa game online dan serial anime tidak dapat sepenuhnya disalahkan sebagai akar permasalahan. Ia menegaskan bahwa peran orang tua dalam memberikan pendampingan yang tepat kepada anak-anak mereka sangatlah esensial.
“Orang tua tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada gawai atau gadget. Harus ada pembatasan screen time (pembatasan waktu menggunakan game online), kontrol konten, dan yang paling penting adalah dialog terbuka agar anak memahami mana yang boleh ditiru dan mana yang tidak,” tegasnya.
Singgih menambahkan, kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi bersama. Ia berpendapat bahwa upaya pencegahan tidak cukup hanya mengandalkan penindakan hukum, melainkan juga harus disertai dengan pembangunan kembali ketahanan keluarga, penanaman akhlak, serta pengawasan yang serius terhadap konten digital yang diakses anak.
Motif Obsesi Game dan Anime
Sebelumnya, pihak kepolisian mengungkap motif di balik tindakan mengerikan yang dilakukan oleh seorang bocah kelas VI SD di Kota Medan, berinisial AI (12), yang membunuh ibu kandungnya, F (42). Motif tersebut diduga kuat berkaitan dengan obsesi AI terhadap konten kekerasan dalam game online dan serial anime.
Kapolrestabes Medan Kombes Jean Calvijn Simanjuntak menjelaskan, AI terinspirasi dari adegan pembunuhan dalam game Murder Mystery season Kills Others yang menggunakan pisau. “Bagaimana obsesi si korban dalam hal melakukan tindak pidananya? Adik (AI) melihat game Murder Mystery pada season Kills Others menggunakan pisau. Makanya korban pada saat itu menggunakan pisau di dalam melakukan tindak pidananya,” kata Kombes Jean Calvijn Simanjuntak saat konferensi pers, dilansir detikSumut, Senin (29/12/2025).
Ia juga menambahkan bahwa AI terpengaruh oleh adegan pembunuhan dalam serial anime DC. “(AI) menonton serial anime DC pada saat adegan pembunuhan menggunakan pisau,” jelasnya.






